Matahari pagi yang semakin tinggi, mulai memancarkan panasnya, menusuk sekujur tubuh, seperti sedang terapi akupunktur,, satu demi satu anggota kelompok ternak sapi binaan dompet dhuafa sudah mulai berkumpul di bawah pohon ketapang yang bulat, dengan rimbun daun yang menghalang-halangi sinar matahari menusuk tubuh. Mengelilingi tumpukan atap kering yang terbuat dari daun nipah berwarna hijau yang menguning, beberapa menghitung dan sebagian lagi asyik ngobrol sambil menunggu yang lain,,ya hari itu (25-11-2011) pelaksanaan kerja bakti rutin kelompok setiap hari kamis, menyicil pekerjaan pembuatan kandang sapi setelah minggu kemarin telah menyelesaikan kerangka kandang berukuran 7 x 12 m. Rencana pada kerja bakti ini sebagai finishing, pemasangan atap dan dinding. Pada minggu-minggu sebelumnya mereka mengerjakan mulai dari pengumpulan kayu-kayu untuk bangunan, kayu yang ditebang langsung dari batang-batang pohon di ladang dan pembakaran lahan untuk persiapan tanam rumput sebagai makanan sapi.
Hari itu saya mengikuti kegiatan mitra untuk kerja bakti, kali ini untuk pemasangan atap, tapi bahan atap yang ditunggu-tunggu juga tidak kunjung datang. Bebrapa mitra sudah menyangsikan datangnya atap hari ini, karena sudah 1 bulan dijanjikan setelah pemesanan. Saya tetap bertahan menunggu di selasar rumah, sambil sesekali berjalan bergelantungan dibatang pohon ketapang. “Sruukk,,groong,,bruukk,,”suara truk yang butut, hampir habis kampas remnya melawati jalan batu yang tidak rapi. “kayaknya datang tuh” teriak ku pada mitra yang lain. Benar saja, truk pengangut atap itu lewat, namun sepertinya benar-benar lewat melalui tempat seharusnya dia berhenti. “Pak, disini,,!” Teriak mitra. Supir yang berusia sekitar 40 tahunan dengan sigap memutar perseneling mundur, mulai mengarahkan truk masuk melalui jalan sempit halaman rumah, “preeekk,, brukkk.” Truk berhenti.
Hari itu saya mengikuti kegiatan mitra untuk kerja bakti, kali ini untuk pemasangan atap, tapi bahan atap yang ditunggu-tunggu juga tidak kunjung datang. Bebrapa mitra sudah menyangsikan datangnya atap hari ini, karena sudah 1 bulan dijanjikan setelah pemesanan. Saya tetap bertahan menunggu di selasar rumah, sambil sesekali berjalan bergelantungan dibatang pohon ketapang. “Sruukk,,groong,,bruukk,,”suara truk yang butut, hampir habis kampas remnya melawati jalan batu yang tidak rapi. “kayaknya datang tuh” teriak ku pada mitra yang lain. Benar saja, truk pengangut atap itu lewat, namun sepertinya benar-benar lewat melalui tempat seharusnya dia berhenti. “Pak, disini,,!” Teriak mitra. Supir yang berusia sekitar 40 tahunan dengan sigap memutar perseneling mundur, mulai mengarahkan truk masuk melalui jalan sempit halaman rumah, “preeekk,, brukkk.” Truk berhenti.
Semua atap diturunkan satu persatu dari dalam truk,
ditumpuk asal saja tepat di bawah pohon ketapang yang cabangnya bulat
bertingkat. 700 lembar atap daun nipah diturunkan, ya sangat sederhana, semua
atap itu hanya terbuat dari daun nipah yang dilipat menutupi sebilah panjang
bambu tipis yang berukuran 1 meter, kira-kira atap ini hanya bertahan sekitar
2-3 tahun saja. Memang pada hari itu tidak semua mitra berkumpul, bahkan
sebagaian yang tadi menunggu, sudah malas, berlalu pulang, padahal jika satu
saja tidak hadir akan dikenai denda Rp. 25000. Karena saat itu yang hadir hanya
1-2 orang disepakati kerja bakti di tunda besok paginya.
Ayam berkokok dengan suara seraknya mengiringi cahaya matahari yang mulai
memasuki celah-celah rumah kayu kamar ku, ya agak sedikit siang bangunnya,
makanya bergegas dan siap memulai kerja bakti yang tertuda hari kemarin.
Kandang sapi itu rencananya akan dibangun tepat di belakang rumah besar dua
tingkat itu, jadwal hari ini hanya satu pemasangan atap yang tertunda kemarin.
Seluruh mitra sudah berkumpul dan mulai mempersiapkan perlengkapan pertukangan,
dari paku, palu, parang, dan lainnya. Pembagian tugas tanpa dikomando sudah
dipahami masing-masing orang. Ada yang memindahkan atap dari penumpukan bawah
pohon ketapang menuju kandang sapi dibelakang rumah. Tidak mau ketinggalan saya
pun ikut mengangkut atap diatas pundak, memindahkan beberapa kali putaran,
sampai semuanya telah dipindahkan.
Tiga orang sudah dari tadi
berada di atas kayu, siap memasang atap yang tersusun rapi dan sudah
diperhitungkan dengan kayu ukuran 1 meter. Orang dibawah mengangkat atap dan memberikan
kepada orang yang siap memasang paku diatasnya, menempel pada kayu yang menjadi
kerangka. Hari itu memang panas, panas yang mengeluarkan keringat membasahi
baju bagai diguyur air, tak tertahankan setelah setengah hari berjalan kami
istrahat tepat didalam kandang, yang baru seagaian dipasangi atap. Meneguk air
berwarna dengan rasa manis yang kuat sebagai suplemen penambah tenaga, ditambah
suguhan durian yang baru saja tadi malam jatuh dari pohonnya.. emm, rasa yang
manis, ciri khas bau durian. Ditambah bumbu-bumbu cerita yang lucu dan
mengasyikkan mengenai sapi-sapi yang diguyon menjadi sapiah. Tertawa dan ceria menambah kehangatan antar anggota
kelompok. Lepas 30 menit beristirahat, kerja bakti kami lanjutkan sampai sore hari,
melanjutkan pemasangan sebagian atap. Tuntung
lah (selesailah,banjar) kerja
bakti kami hari itu dan sapi pun siap didatangkan.
Sesuai dengan tahapan pembiayaan dan kerja, maka kandang sapi yang
harus disiapkan dulu, selanjutnya sapi akan diberikan. Saya tidak bosan-bosan
bilang ke mitra untuk tetap sabar, karena masih harus menunggu kedatangan sapi
3-4 hari lagi setelah selesai pembuatan kandang. Sebelumnya telah dilakukan
survey ke lokasi pembelian sapi di daerah Sebamban, daerah yang banyak peternak
sapi, baik perorangan, maupun sebagai bos besar. Menuju lokasi ini ditempuh
selama 8 jam perjalanan menggunakan mobil, sebagian melalui jalan bergelombang
selama 1 jam dan dilanjutkan melalui jalan aspal yang mulus tanpa macet,
sehingga mampu melaju kencang, melawati kota kabupaten tetangga, melewati
jembatan sungai yang dikelilingi kapal-kapal nelayan, melewati pantai pagatan
yang mempesona.
Tepat tanggal 29-11-2011 pukul 15.00 waktu setempat,
13 ekor sapi datang diantar satu buah truk besar. warga berbondong-bondong siap
menyambut kedatangan sapi itu. Usaha penggemukan sapi yang telah sekian lama
tidak pernah ada lagi. Satu per satu sapi diturunkan dari truk, digiring dan
diikat asal saja, dipohon-pohon yang sekenanya ketemu. Sangking antusiasnya, sapi yang datang sampai lupa untuk dihitung.
Namun na`as bagi salah satu sapi, sepertinya dalam perjalan jauh itu, kakinya
terinjak kawannya, dan menyebabkan patah dibagian paha atas kakinya. Tidak mau
rugi dengan masalah itu, akhirnya sapi itu kami tukar dengan sapi yang lebih
sehat, untung saja bos penjual sapi mau bertanggung jawab.
Muncul lah rasa senang mitra karena kandang sapi itu sekarang sudah
diisi dengan sapi-sapi usaha program PPEM Dompet Dhuafa, usaha yang siap
digemukkan dan diternakkan. Memulai suasana baru dengan suara-suara khas sapi,
bau khas kotoran sapi, dan kebiasaan baru mengambil rumput, memberikan makan
sapi, atau mengengon sapi di padang
rumput yang luas. Pukul 6 sore, saatnya sapi dipulangkan ke kandang setelah
diberi makan. Tali ikatan sapi ditarik memaksakan sapi yang enggan diajak
kompromi berjalan menuju kandang, karena belum kenal dengan pemilik barunya.
Sapi mulai dihitung sesuai jumlahnya, ada yang hitam, ada yang merah besar, ada
yang sedang asyik makan, ada yang sedang buang kotoran. Nah, ternyata sapi itu
hanya 11 ekor (setelah 1 ditukar, harusnya ada 12 ekor). Muncul lah kepanikan
dan dugaan “apakah sapinya hilang?” kata salah satu mitra, “atau sapinya memang
kurang? Tadi ketika sampai dihitung tidak?” kata mitra yang lainnya. Saya pun
belum tahu pasti saat itu, saya coba meminta mitra mengingat kembali kejadian
sapi yang diturunkan. Apakah ada yang merasa terlepas, atau memang sudah dibawa
pemilik lainnya. Hening, kebingungan.
Satu jam menjelang magrib, tidak ada kepastian
keberadaan sapi tersebut. Saya mencoba mengklarifikasi kepada bos penjual sapi
saat itu juga melalui telpon genggam saya. “bos, besok jangan lupa ya rumput
untuk bibitnya sekalian dibawa” berusaha basa-basi. “oke mas deden, besok
sekalian dibawa sama sapi yang diganti” ujar bos penjual sapi. “o iya pak,
apakah bapak sudah benar menghitung sapi yang dikirim, di truk itu dibawa
berapa ekor pak?” tambah ku mengklarifikasi. “ya sudah mas, disana ada 13 ekor,
7 jantan, dan 6 betina, jadi semuanya ad 13 ekor” sambutnya. “kok disini
sapinya kurang ya pak, apa memang lepas?” penasaran dengan jawabannya. “Bisa
saja lepas itu mas, mungkin nanti kembali itu ke tempat awal atau ke
kandangnya. Di tunggu saja mas, biasanya kembali” saran bos penjual sapi. “ o
begitu ya pak, okelah, termikasih pak” tutup ku diakhir pembicaraan.
Malam itu juga sesuai jadwal kami melakukan pertemuan kelompok sapi,
membahas sapi yang sudah datang dan masalah sapi yang hilang. “mungkin kurang
dari sananya kali mas, kayaknya dari tadi jumlahnya sudah segitu” mulai mitra berbicara.
“bapak sudah menghitung sapinya tadi pak?” telisik ku. “nah itu dia, sepertinya
kita semua lupa menghitung sapi yang datang” tambahnya. “saya sudah menghubungi
bos penjualnya, dan katanya sapinya sudah dihitung sesuai jumlah pesanan, saya
percaya sama orang itu” jelas ku. “begini saja pak, malam ini juga kita bagi
orang untuk mencari keberadaan sapi itu” saran ku, yang disambut setuju oleh seluruh
mitra. Setelah pertemuan malam itu ditutup, kami langsung bergegas
membentuk 4 tim, dan berpencar mencari
sapi itu, ada yang ke arah padang ilalang yang tinggi, ke arah pada ilalang
dibelakang lapanagan sepak bola, tim lain mencari disemak-semak sekitar
kandang. 3 jam pencarian dilakukan tapi tidak ada tanda-tanda keberadaan sapi.
Semua mitra kembali kumpul memberikan laporan. “tidak ketemu mas, sepertinya
memang tidak ada” ujar salah satu mitra memulai pesimis. “iya pak, kalau pun
memang benar, tetap kita juga yang salah, karena tidak teliti, jadi kita semua
harus bertanggungjawab. Tapi saya tetap yakin sapi itu ada, tidak hilang” keyakinakan
ku sangat besar akan hal itu. “begini saja pak, sekarang sudah malam,
mudah-mudahan besok sapinya kembali ke kandang, seperti kata bos penjual tadi,
kalau sapinya hilang, mungkin saja besok kembali. Jadi kita istirahat dulu saja”
saran ku. Semua menyetujui
Berlalu mitra meninggalkan lokasi kandang meninggalkan
3 orang mitra lainnya bersama saya yang masih tetap bertahan, hanya sekedar
ngobrol dan bercerita kronologis sapi hilang tadi, terus mengulang, yang
sebenarnya tidak ada yang tahu. “mungkin memang kurang mas” salah satu mitra
berbicara. “ iiya tapi saya juga sudah hitung di geronggang, pas kok pak”
bantah ku. “ya begini saja pak kalau memang sapi itu hilang, mungkin bukan
rezeki kita, kita tanggung jawab bersama saja” tambah ku. Semua terdiam
mengangganguk menandakan setuju. Tediam sejenak melihat suasana malam yang
gelap diterangi bintang kerlap-kerlip dan bulan setengah malu muncul.
“Mas kita pindahkan sapi yuk dari rumah saya ke
kandang induk” ajak mitra memecah kesunyian malam. “ayuk lah” sambut ku
antusias. Bergegas kami menuju rumah mitra itu, memindahkan sapi ke kandang
induk. Memang sapi yang baru kenal dan belum jinak, susah ditariknya.
Sapi-sapinya malah lari-lari menarik saya, mengejar mitra didepan yang juga
ikut lari takut diserudu. Kami pun tertawa dimalam itu, malam yang hitam
bercahayakan bulan yang mendapat pantulan matahari dibelahan bumi yang lain,
bergantung-gantung bintang yang terlihat kecil, yang sesungguhnya lebih besar
dari bumi ini.
Karena rizkiNya. dalam perjalanan itu terbuka
pencerahan dan harapan, mitra melihat sesosok sapi hitam dengan cahaya mata
yang merah, “mas itu sapinya ada, keliatan jelas mas” teriak mitra sambil setengah
berlari mengejar sapi. “panggil yang lain mas” perintahnya. Saya pun bergegas
menuju rumah mitra yang lain, “pak ipul,,pak ipul,.. sapinya ketemu!” teriakku
sambil berlari dengan mengatur nafas. Ternyata mitra itu sedang berkumpul
dengan mitra yang lain karena sulit tidur memikirkan sapi, mereka pun berlari
bergegas mengejar tanda-tanda keberadaan sapi. 30 menit melakukan pengejaran,
masuk ke dalam semak dan pohon, memang sapi itu ada disana, tapi sulit
mendapatkannya, sapi itu semakin di dekati, semakin menjauh. Akhirnya kami
semua berkumpul kembali di sebelah kandang induk itu, “memang susah pak kalau
dikejar, kita tunggu saja pak sapinya, mungkin nanti datang sendiri ke kandang”
saranku. “okelah” sahut mereka.
Sambil berkisah menghilangkan kantuk, tertawa melihat
sapi yang tidur bersuara seperti ngoroknya manusia. Menghitung kembali sapi,
menyalakan api, atau memberik makan sapi yang belum tidur. 2 jam berlalu, tidak
ada tanda-tanda kedatangan sapi, saat itu sudah hampir pukul 2 pagi, kami
tinggal sisa bertiga, saya dan 2 mitra lainnya. Masih terus memandang kosong ke
arah semak-semak, masih berharap sapi itu datang, sampai akhirnya kami putuskan
beristirahat dan melanjutkan esok pagi.
Belum matahari benar-benar menujukkan wajahnya, mitra
sudah mulai melakukan pencarian ke arah semak-semak yang di duga keberadaan
sapi itu. Hingga siang hari pun tak kunjung terlihat lagi sapi itu. Di sisi
lain, saya masih harus mengunjungi kelompok lain, menilai usaha mereka dan
memberikan arahan mengenai laporan yang harus mereka buat. Tugas itu selesai
ditengah-tengah matahari tepat berada diatas langit. “mas, sapinya hilang lagi
satu” lapor mitra dengan wajah serius. “masya Allah pak, belum ketemu yang
satu, sudah lepas yang lainnya” sahut saya dengan kaget. “ya sudah pak tenang
saja, ayuk kita cari sama-sama. Emang bagaimana kejadiannya?” tambahku berusaha
menenangkan. Berjalan lah saya menuju kandang induk, disana sudah ada mitra
yang sapinya lepas ditangannya dengan wajah yang sedih dan takut karena merasa
bertanggungjawab. “iya mas sapi saya lepas mas, tadi mau dikasih makan dibawa
ke tempat yang banyak rumputnya, pas melewati jembatan dia malah takut trus
meloncat dan lari, saya tidak kuat menahan jadi saya lepas juga” kisa mitra itu
dengan wajah sedih. “dimana sapinya lepas? Ayuk kita mulai cari kesana, ajak
sapi itu biar merasa ada kawannya” ajak saya sambil menunjuk sapi yang
dimaksud. Makanya siang itu pencarian dibagi dua, saya memilih mengikuti jejak
sapi yang baru saja hilang tadi. “mas ini ada darah, sepertinya darah sapi, dan
masuk ke semak ilalang itu” selidik mitra. Semak ilalang itu memiliki tinggi
sepinggang orang dewasa dan cukup lebat, dan terlihat bekas jejak sapi. Langit-langit
sudah mulai tidak bersahabat, terang siang itu berubaha menjadi gelap tertutup
awan hitam yang sepertinya akan turun hujan, saya memutuskan kembali ke rumah
meninggalkan mitra itu, karena juga harus bersiap menuju geronggang. Pesan saya
pada mitra yang saya temui dirumah “pak, sebaiknya sapi itu diupayakan ketemu
hari ini, karena kalau tidak, nanti sapi itu semakin jauh perginya, saya tunggu
kabarnya ya pak, saya harus ke geronggang dulu” perintah saya. “siap mas,
insyaAlloh” jawab mitra meyakinkan. Berangkatlah saya.
Sore berada dikursi belakang meja sekretariat program
sambil menunggu kabar dari mitra, saya berkutat pada laptop menyelesaikan
laporan bulanan yang sudah jatuh tempo. “kriiingg,,kriing” bunyi telepon klasik
saya. Dari mitra yang sepertinya akan memberikan laporan, “mas sapinya sudah
ketemu dua-duanya, yang satu malah datang sendiri ke kandang dan ditangkap
anak-anak. Ini kami sedang berada di dalam hutan, sapi yang satu lagi kakinya
patah, tidak bisa jalan” lapor mitra, Dari ujung telepon saya memberikan
arahan, “begina pak, diusahakan sapi itu tetap dibawa ke kandang induk malam ini
juga, jangan sampai mati ya pak, diberi makan dan minum” mitra itu mengiyakan
dan telepon ditutup. Saya bergegas mengambil inisiatif, kalau sapi sakit ini
terus dipelihara maka akan merugikan mitra lebih besar, saya berpikir saat itu
langsung menghubungi bos penjual sapi, “pak, sapi yang hilang sudah ketemu,
tapi kakinya patah pak, bagaimana bisa diganti tidak pak, kasihan sapi dan
mitranya kalau dipaksakan dipelihara” pinta ku. “bisa saja mas, tapi karena itu
tanggungjawab sampean, kita tukar
tambah saja lah 2 juta, karena sapi itu nanti langsung saya potong, saya juga
nanti rugi” jelasnya. Setelah tawar-menawar yang alot akhirnya saya mengiyakan
tukar tambah, dengan disetujui seluruh mitra yang saya telpon setelahnya.
Perjalanan sapi hilang ini berakhir esok harinya, saya sendiri yang
mengantarkan langsung sapi yang baru ke kandang induk itu. “jadi sudah aman ya
pak, pokonya dijadikan pelajaran, sapinya jangan sampai lepas lagi” arahan ku.
“baik mas InsyaAlloh, pastinya kami ga mau hilang lagi” jawab mitra antusias
sambil tersenyum. Akhirnya sapi itu siap dipelahari mitra dan akan dirawat
sepenuh hati. Semoga program PPEM Dompet Dhuafa untuk usaha penggemukan dan
peternakan sapi di Desa Mangga, Kalimantan Selatan ini berhasil dan memberikan dampak
yang berarti bagi peningkatan ekonomi masyarakat. (dek)
No comments:
Post a Comment