Wednesday, April 4, 2012

Bedol Desa vs Beban moral.

Ibarat pasangan hidup, pekerjaan juga memiliki jodoh bagi si pekerjanya.  Bekerja dibidang apa, dimana, posisi sebagai apa, gaji berapa, naik jabatanya kapan, dan seterusnya. Pekerjaan itu bagaikan jodoh yang sudah ditentukan. Termasuk tempat atau wilayah kerjanya, apakah di ota atau di desa, di jawa, di Kalimantan, di papua, dan seterusnya. Semua pekerjaan yang dilakukan juga harus sesuai dengan kenyamanan atau tantangan yang nantinya akan jadi nyaman. Kalo selalu merasa tertekan dengan pekerjaan, ya saranku si sebaiknya cari kerjaan yang lain aja.
Nah gw mau sedikit cerita tentang pekerjaan tadi dan orang-orangnya. Jadi ada sebuah perusahaan di bidang jasa consultant community, persuhaan ini mengajukan kerjasama dengan perusahaan-perusahaan besar untuk bekerjasama dibidang jasa consultan untuk kegiatan di CSR perusahaan, mudahnya ya melaksanakan program2 CSR yang sesuai dengan kondisi dan keadaan masyarakat disana. Nah salah satu kerjasamanya adalah dengan perusahaan tambang diwilayah selatan Kalimantan. Program ini sudah berjalan semanjak 2 tahun yang lalu dan sudah memberikan progress yang cukup baik terhadap masyarakat disekitar wilayah tambang ini.
Di wilayah ini dikawal oleh 1 tim yang akan melaksanakan program pemberdayaan ekonomi masyarakat. tahun pertama berjalan cukup baik sehingga kerjasama dengan perusahan ini berlanjut. Pada tahun pertama yang menjadi sorotan dari keberhasilan program adalah kami berhasil membangun sebuah koperasi aneka usaha dengan unit unggulan di lembaga keuangan mikronya. tahun pertama ini juga mendampingi masyarakat di 5 desa untuk peningkatan ekonominya melalui program usaha-usaha mikro, baik itu dibidang peternakan, pertanaian maupun perdagangan. Tahun pertama ini dikawal oleh 2 orang. Berjalannya waktu dan pada akhirnya tahun pertama selesai, perusahaan tambang juga cukup senang dengan keberhasilan tahun pertama ini, selanjutnya kontrak diperpanjang kembali selama dua tahun. Dengan penambahan waktu kerja ini, maka ditambah desa binaan baru sebanyak 2 desa sehingga total desa binaan menjadi 7 orang, nah seluas itu pula wilayah dampingannya, maka tim ditamabah menjadi 3 orang, sehingga total seluruh pendamping dalam 1 tim ini menjadi 5 orang. 1 orang coordinator lapangan, 1 orang manajer koperasi, dan 3 orang pendamping dilapangan. Pelaksanaan semakin menunjukkan hasil yang memuaskan, apresiasi yang besar disampaiakan oleh manejeman perusahaan, usaha-usah yang dibangun dimasyarakat menunjukkan dampak yang baik bagi perubahan ekonomi mereka.
Di satu sisi masyarakat juga sangat berterima kasih dengan adanya program ini, masyarakat pun semakin dekat dengan pendamping program di desanya masing-masing. Sudah dikenal mengalahi populernya kepala desa. Kedektan ini muncul dari kesederhanaan para pendamping program ini, mereka makan seadanya, tinggal bersama masyarakat dengan sarana yang terbatas, mengikuti kegiatan masyarakat, seperti ke ladang, sama2 menanam padi atau ikut kegiatan memancang. Kdeikutsertaan ini juga yang semakin mambnagun kedekatan ke masyarakat. saya saja sudah dianggap anak oleh bapak ditempat saya menginap. Entahlah mereka saja berharap saya untuk terus tinggal di desa ini, setelah sebelumnya saya sudah menyampaikan bahwa program ini tidak akan lama dan suatau saat masyarakat harus mandiri untuk mengembangkan usaha ini.  Bahkan dibecandain, mau disiapkan calon pendamping biar bertahun disini terus. Waduh, bisa ga pulang2 saya, he he
Atau kisah coordinator pendamping program ini yang sudah banyak kegiatan bersama masyarakat, seperti kegiatan olehraga atau hiburanlainnya. Misalnya olahraga tenis meja atau bulu tangkis, bahkan teman mainnya itu tidak mau kehilangan partner olahraga. Segitunya ya, he he Dan cerita2 kedakatan pendamping lainnya.  canda-tawa masyarakat dengan pendamping akan menjadi cerita tersendiri yang tidak akan dilupakan.  Arahan2 pendamping yang perlahan dengan penuh kesabaran muali diterima masyarakat, koreksi, kritik dan saran dari pendamping yang mulai di dengar. Semua itu dilakukan bukan dengan waktu yang singkat setidaknya dalam jangka waktu 1 tahun.
Nah utnuk itu beban moral ketika harus meninggalkan desa dampingan ini ketika belum tuntas memberikan manfaatnya dan membuat masyarakat lebih mandiri. Hal ini lah yang menjadi ke “galauan” kami bahwa tinggal masa 1 tahun ini, dan masa ini tahap pemandirian masyarakat terhadap usaha-usahanya, disaat itu lah sebagian besar dari kami malah bersiap mundur dari program karena berbagai alasan. Kami harus pulang ke darah asal masing2 dengan alasan yang sangat kuat dan sepertnya tidak bisa ditolak. Bisa dperkirakan setidaknya 4 orang pendamping akan benar2 meninggalkan program ini sebelum masa program berakhir. Namun masih ada coordinator lapanagan kami yang belum mengambil keputusan, tapi dari prediksi saya si, beliau msaih tetap akan bertahan mengawal program ini hingga selesai, dengan pertimbangan merupakan bagian dari manajemen diperusahaan konsultan ini, tidak adanya tuntutan kelurga, juga tidak terlalu berambisi dengan salary dan posisi, apalagi pihak manajemn sanagat berharap sekali untuk masih dikawal. Namun jika ditinggalkan oleh seluruh pendamping apa iya harus “jungkir balik” sendiri.
Namun jika itu pun terjadi arti semua pendamping dan kordinator harus mennggalkan program lebih dulu , maka istilahnya adalah “bedol desa”, seluruh tim pindah ke daerah asalnya masing2 dan diganikan dengan tim yang baru. Nah bagi tim kami ini yang menjadi dilematis adalah “beban moral” meninggalkan program dan masyarakat, kami merasa belum tuntas menyelesaikan program dengan memandirikan usaha masyarakat, apakah kami siap meninggalkan mereka dan digantikan oleh tim yang baru yang harus kembali beradaptasilagi dan perlu waktu untuk lebih dekat dengan masyarakat. apakah kami siap untuk melepas canda tawa dan kebersamaan yang sudah dibangun bersama masyrakat. Namu hal lain kami juga harus segera pergi dengan alasan yang lebih penting. Dilematis ini lah yang belum diputuskan terutama oleh sang pemegang kunci keputusan, coordinator kami, anatara memilih mengikuti “bedol desa” atau memilih tetap tinggal karena masih ada “beban moral”. Hal ini belum bisa terjawab, hanya waktu yang akan menjawabnya nanti. (dek)

No comments:

Post a Comment